(Karya Kadek Widia Kusuma Sari)
Rintik hujan mulai mereda. Langit memancarkan senja yang mulai datang dari kejauhan, menghadirkan warna yang cemerlang. Suara angin yg lembut, menggoyangkan pohon-pohon yang tertanam rapi di sebuah halaman rumah besar di tepi bukit. Di balik rumah tersebut, seorang anak remaja berusia sekitar lima belas tahunan merenung di depan teras kamar, menatap senja sambil meneteskan air mata.
Lana, itulah namanya. Seorang gadis pejuang penyakit kangker yang ingin mewujudkan mimpi-mimpinya sebelum ia tiada.
“Tuhannn… bisakah engkau mencabut penyakitmu” ucap Lana setiap kali ia berdoa. Ia takut meninggalkan ayah dan bundanya sebelum ia bisa membahagiakan mereka.
Pagi sudah tiba, matahari telah memancarkan cahaya ke jendela kamar Lana. Kicauan burung bernyanyi, sayup-sayup terdengar di kuping Lana. Tapi, sayangnya mata Lana masih terpejam, enggan terbuka. Suara alarm yang berdering terus membangunkannya, hingga akhirnya ia terbangun melirik jam dinding yang menunjukan pukul 07.00.
” Aduhhhh telat lagi” ucap Lana sambil bergegas bersiap siap untuk berangkat ke sekolah, Lana berlari sekencang kencangnya agar ia tidak telat tiba di sekolah. Akan tetapi, di tengah perjalanan, dari kejauhan samar-samar ia mendengar orang memanggilnya……
” Lanaaa……. Laannnn……”
Sontak Lana melihat ke belakang dan ternyata orang yg memanggilnya ialah Rangga. Rangga adalah teman sekelas Lana yang paling pintar, wajahnya tampan juga, namun dia agak nakal suka mempermainkan perasaan perempuan.
“Oh kamu Ngga…. Ada apa ? Buruan yuk! Dah telat nih.” ucap Lana kepada Rangga.
“Santay bree, santay,… Yok naik! ” ajak Rangga sambil menarik tangan Lana.
“Naik kemana sih??” Ucap Lana.
“Naik ke motorkulah, begok…! Katanya telat, buruan naik!” ucap Rangga kepada Lana.
Awalnya Lana menolak, tapi karna Hari sudah semakin siang dan sebentar lagi bel sekolah akan berbunyi, akhirnya Lana menerima tawaran Rangga, dan mereka berdua pun berangkat sekolah bersama.
Keesokan harinya, Rangga dan Lana di pilih oleh ibu wali kelasnya untuk mengikuti lomba olimpiade sains mewakili sekolah dan kotanya. Lana sangat bahagia karena ia akhirnya mendapatkan kesempatan emas untuk menunjukan bakatnya…..
” Akhirnya, hari yang aku tunggu- tunggu telah tiba, aku berjanji akan belajar dengan giat agar aku bisa mendapatkan juara dan membanggakan ayah dan bunda sebelum nanti aku tiada”, ucap Lana dalam hati sambil menahan sesak tangis haru di dadanya.
Hari demi hari, siang berganti malam Lana habiskan waktunya belajar bersama Rangga. Lana seringkali bertanya kepada Rangga tentang materi yang tidak ia pahami. Dengan senang hati Rangga menjelaskanya. Canda tawa yang mereka lalui setiap harinya membuat rasa nyaman ada di dlm diri mereka.
Beberapa bulan kemudian Tiba Saatnya mereka mengikuti Lomba olimpiade matematika antar kota. Tanpa di sangka-sangka, berkat tekad dan kerja keras mereka selama ini akhirnya Rangga dan Lana mendapatkan juara dlm kompetisi SAINS Nasional. Karena bahagia, mereka berdua tidak sengaja berpelukan dan menangis haru atas kerja kerasnya.
” Akhirnyaaa kita bisaa Lann….. Aku ga nyangka kita akan sampe sini” ucap Rangga sambil mengusap air mata harunya.
“Iya gaaa….? Aku Sangat Bahagia… Akhirnya aku bisa membanggakan ayah dan bunda” ucap Lana sambil memeluk Rangga.
“Gimana kalau kita rayakan kemenangan kita, mau ga…?” ucap Rangga sambil menatap mata Lana.
“Hmmmmm……..” Ucap Lana.
” Ayolah…. Aku deh yg minta izin kepada bundamuu, tapi mau yaaa…!” ucap Rangga sambil membujuk Lana.
Dengan senyum yang tipis akhirnya Lana menganggukkan kepalanya dan berkata,” iya” pada Rangga.
Sore itu adalah sore yang paling berkesan dalam hidup Lana. Lana menghabiskan waktunya di pantai dengan Rangga. Canda tawa bermain dan bergembira membuat Lana melupakan sejenak penyakitnya. Ini adalah hari pertama kalinya Lana merasakan kebahagian di dalam hidupnya karena Rangga. Kemudian mereka duduk di ujung pantai sambil melihat ada warna jingga di cakrawala…..
“Senja adalah waktu yang paling aku suka” ucap lana.
“Aku tidak suka senja, karna indahnya hanya sementara.”ucap Rangga sambil tertawa tipis.
“Senja emang tidak seindah pelangi namun senja berjanji besok akan kembali” ucap Lana sambil menatap ke arah Rangga.
“Namun Semua keindahan itu kalah dengan wanita yg ada di sampingku” ucap Rangga sambil menatap ke arah Lana dan mencium Lana.
“Deg..” suara hati Lana, Lana terharu bahagia mendengar ucapan itu dari mulut Rangga. Dia memejamkan mata hendak berkata iya aku juga mencintaimu. Namun kata-kata itu tertahan karena ia mengingat bahwa hidupnya tidak akan bertahan lama di dunia.
“Kamu sadar ga sih apa yang kamu ucapkan barusan?” ucap Lana dengan nada tinggi.
“Iya lan kali ini aku serius mencintaimu” ucap Rangga.
“Dasar gila. Mana mungkinlah aku suka ama kamu, bego!” ucap Lana berlari meninggalkan Rangga sambil menangis meneteskan air mata. Dia tidak ingin Rangga terbebani dengan cinta yang akan meninggalkannya ke surge. Itulah yg menyebabkan Lana menolak cinta Rangga walau dia juga mencintainya.
Keesokan harinya di dlm kelas Lana dan Rangga Tidak saling tegur sapa lagi. Rangga memamerkan kebersamaannya bersama Dinda di depan Lana. Walau hati Lana sakit, ia tetap mengiklaskannya. Seiring berjalannya waktu, penyakit Lana semakin Keras.
Malam itu Lana dilarikan kerumah sakit oleh ayah dan bundanya. Satu minggu menghilangnya Kabar Lana, Rangga akhirnya memutuskan untuk ke rumah Lana. Akan tetapi…….
“Lana ga ada”, ucap ayah Lana sambil menahan sesak tangis
” Maksudnya Om… Tante… ?”ucap Rangga.
Dengan suara yang terputus-putus menahan rasa sesak di dada ayah dan bunda Lana berkata bahwa Lana sudah meninggalkan kita selamanya. Betapa terkejutnya Rangga. Air mata Rangga menetes dan ia berteriak bahwa ia tidak mau di tinggalkan oleh Lana. Bunda lana pun memeluk Rangga dan memberikan sebuah surat kecil dari Lana untuknya.
“Rangga….maafkan aku telah menyakitimu selama aku hidup di dunia ini, aku ingin berkata bahwa aku juga mencintaimu seperti engkau mencintaiku. Tapi inilah alasanku mengapa aku tidak menerima dirimu. Maafkan aku Rangga. Jika Rangga Merindukan Lana, Rangga lihat saja cakrawala, Lana akan selalu di sana dengan senja….” Ucapan dari Surat Lana.
Sesak perih sakit dirasakan Rangga namun Tuhan sudah merencanakan ini untuknya kini dia harus mengikhlaskan kepergian Lana sampai senja menjemputnya juga.