Oleh: I Kadek Agus Ripaldi
Indonesia
Tanah kaya yang teraniaya
Dari cengkih hingga emas dibawa oleh mereka
Kapal besar tenggelam di masa kelam
Sorak serak menggelora
“Serang!!!!”
Tanah kering bermandikan darah
Di ujung pistol jiwa berada
Asa ada, atma tiada, “Merdeka!!”
Itu cerita guruku
Terjadi 77 tahun lalu
Kini aku termenung pilu
Merasa teramat ambigu
Menjauh dari bangsa
Mendekat pada maya
Dahulu kidung mendayu
“Tanah airku Indonesia,
negeri elok amatku cinta”
Namun, seperti bunga yang layu
Keelokan rasa di dada mulai binasa
Yang muda dirasa bisa
Yang tua merasa lega
Nyatanya kita pemuda yang lupa
Apa itu cinta pada bangsa
Patriotisme berubah penghianatan
Lagu kemerdekaan tak lagi terdengar
Mungkinkah kita sudah lupa?
Tuan dan puan, masih ingatkah Anda?
Kita pemuda berdarah Indonesia
Bertulang Indonesia
Berbahasa Indonesia
Namun, kita tidak berjiwa Indonesia
Berjiwa asing, di tubuh bangsa sendiri
Akankah darah yang tumpah dulu
Seharga bakwan pinggir jalan?
Akankah tangisan yang menetes dulu
Seharga kacang rebus lampu merah?
Kita harus ingat, nafas bangsa
Penuh terikan di tangan
Gulung dan eratkan, jas merah harus dipakai
Toleransi tertanam di dada, budaya
mengurat di lengan
Persatuan harus dijaga, kesatuan harus dibina
Pancasila napas bangsa, Indonesia tanah kita
Hai, pemuda bangsa! Kita tulang
punggung
Kita darah, kita empedu, kita air mata
Kita lupa, bangsa rata
Berbalik dan tengoklah
Kita Indonesia