(Karya Putu Audrina Cahyani)
Hai… aku N. K Diandra A. sebut saja Andra. Aku berasal dari Buleleng, Bali. Namun aku telah memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di Yogyakarta. Yap… aku seorang mahasiswi di salah satu Universitas di Yogyakarta. Sudah 4 tahun aku menetap di Yogya, untuk melanjutkan pendidikan dan bertemu dia, Malio A. T. Selama dua tahun, kami telah menjalani hubungan pacaran, Aku dan dia, Malio.
Entahlah ya. bagaimana nanti akhirnya, kami selalu melawan restu, bukan?”, pertanyaanku pada diriku.
Ya, aku dan Malio adalah sepasang kekasih yang berbeda keyakinan. Kali pertama dia menyapa aku, “Hai Ndra”.
Hahaha lucu kedengarannya. Setelah kalimat itu terlantun kami mulai dekat, dan sekarang dia mulai manggil aku “Dek Andra. “WTH?” Jarang banget ada orang yang biasa manggil aku dengan nama itu. But, ia … ?????.
Kendalanya, semenjak pertama aku tau dia beda keyakinan, aku udah bicara sama dia tentang hubungan beda keyakinan ini, aku selalu takut suatu saat pasti ada hal yang ngehalangin langkah kami berdua. Tapi dia selalu yakinin aku kalau kita bisa ngejalaninnya. Kalau kita selalu sama sama, berjalan dan melangkah bersama.
Dua tahun terakhir, berhasil kami lalui, selalu sama sama, mulai dari berangkat kuliah sampai pulang. Deep talk di sudut Malioboro, membeli gulali, menaiki biang lala, dan banyak lagi. Banyak hal-hal random yang telah kami lewati bersama.
Suatu hari Malio memperkenalkanku dengan kedua orang tuamu, di rumahnya.
“Ibu” ucapnya, pelan-pelan. Langkah ibunya terdengar, dengan wajah yang cantik dan persis sepertiku.
“Nak, sudah pulang ya. Ohh ini calon mantu ibu, cantik ya dia” katanya.
“Salam bu, haha terimakasih, ibu juga sangat cantik” sautku. “Mari duduk, ibu buatkan minum ya”, katanya yang seolah-olah merasakan bagaimana lelahnya aku yang satu hari penuh kuliah. Sesaat setelahnya, ia berkata,
“Cantik sekali kamu nak, siapa namamu?”
“Namanya Dek Andra, bu” saut Malio setelah selesai mandi.
“Dek Andra, ada keturunan Bali Dek?” sambung ibunya.
Tanpa ragu, aku menjawab “Aku memang dari Bali, bu. Kedua orang tuaku asli Bali.”
Suasana pun mulai berubah seketika setelah aku menjawab pertanyaan ibu Malio.
“Lalu kenapa kalau dia gadis Bali” kata Malio.
“Diminum dulu Ndra!” lalu ibunya mulai berbisik dengan Malio, dan berkata, “Ibu tinggal sebentar ya!”.
Tak lama kemudian, mereka kembali, Malio, ibu dan ayahnya datang menghampiriku.
“Kenapa kamu mau menjalani hubungan bersama Malio nak?” kata ayahnya.
“Namanya juga rasa, yang datang perlahan dan mengawali cinta” kata Malio.
“Diam, ayah tak bicara padamu!” saut ayah Malio.
Sungguh terkejut aku. Hatiku berbicara, “Apa ini awal yang bakal mutusin hubungan kita, Malio?”.
Merekapun mulai berdebat, “Sudah berapa kali ayah menekankan padamu, jangan pernah sekalipun menaruh perasaan dengan wanita berbeda keyakinan. Lalu ini apa??” ayahnya memulai semuanya.
Air mata dari ibu Malio perlahan jatuh, sedangkan aku? Apa yang bisa ku lakukan di situasi ini?. Aku hanya bisa tertunduk dan terdiam, tanganku bergetar hebat, mataku berkaca kaca. “Maaf, aku permisi” kataku. Dan… tiba tiba Malio menarikku, “Heyy, it’s okay, Andra. Jangan nangis, ini Cuma…”
Aku memutus perkataan Malio, “It’s okay? nope. Ini yang aku bilang dari awal sama kamu. Hubungan kita bakal terus ngelawan restu kalau gini caranya. Ini masalahnya. Kita ga bakal pernah dapet restu dari mereka.
“Andra, dengerin dulu sayang…!” sambung Malio.
Aku mulai berjalan meninggalkan halaman rumah besar Malio, dengan air mata yang terus menetes. Hingga sampai rumah, aku membuka pintu kamar, lalu aku tertidur beberapa jam.
Malam pun tiba, aku membuka teleponku, *23 panggilan tak terjawab, Malio berulang kali mencoba menghubungiku yang tertidur pulas. Beberapa detik kemudian, telepon ku berdering lagi, ya Malio, dia menghubungiku. Aku pikir, jawab dulu aja ya. Setelah aku jawab aku denger dia bilang,
“Hai, kemana aja? Kita bisa bicarain baik baik, ya Dek!. Ayo sekarang ke Taman, aku…”.
“Malio, udah. Let’s break up. Dengerin apa kata orang tua kamu”,kata terakhir sebelum aku menutup telepon, dan berbalik badan.
Sesaat setelahnya ada suara motor diluar, aku buka jendela dan Malio datang menghampiriku. “Ngapain lagi?” kataku,
“Dengerin dulu, aku..” setengah kalimatnya.
“Aku mau kamu bahagia sama pilihan yang tepat, mungkin dengan sosok sepertiku tapi bukan aku. Dengerin kedua orang tua kamu! Mereka ga mau kamu salah jalan. Mereka pasti mau yang terbaik dari kamu, Malio please!! Jangan bandel”.
“Tapi, aku mau sama kamu” katanya.
“Gabisa, bentar lagi aku bakal pulang, tinggal satu semester lagi, kita ga bakal bisa sama-sama terus”.
“Tapi…” kata Malio.
“Pikirin orang tua kamu, jangan bikin mereka kecewa cuman karena hubungan kita ini, Tentang aku, waktu bakal nuntun kamu buat ngelupain aku, okey! U try our best, Malio!”.
“Kalau emang itu yang kamu mau, it’s okay, aku bakal pegang ucapan kamu. Seberapa lama waktu bakal nuntun aku buat lupain kamu, sebelumnya aku seneng banget dikasi kesempatan kenal sama kamu Dek Andra, aku pernah seberuntung itu buat milikin kamu. See u on top, I love u, Dirandra”, Malio kembali menaiki motornya dan bergegas pergi.
Sembari melihatnya perlahan pergi, hatiku berbisik lembut, “Malio Tohpati, salibmu dan tridatuku tidak akan pernah bertaut, aminmu dan astungkaraku sudah tak bersaut, namun apakah pada genggaman tanganmu dan cara muspaku masih terlantun doa yang sama?”
“ Yeahh, Mahalini was right “, Mungkinkah aku meminta, kisah kita selamanya? Tak terlintas dalam benakku, bila hariku tanpamu. Segala cara t’lah ku coba, pertahankan cinta kita, selalu ku titipkan dalam doaku, tapi ku tak mampu, melawan restu”. See u too, love u more, Malio.
Yogya adalah cinta, aku telah jatuh cinta entah pada kota atau pada salah seorang dengan kenangannya?? Yogya selalu memberi kesan indah nan apik. Kesederhanaan, keindahan, keramahan, dan ketenangan. Terimakasih Yogya!! sekarang bersama bayanganku, aku harus pamit, aku harus pulang, ke Bali.
Setelah persiapan keberangkatan, aku dapat beristirahat sejenak sepanjang perjalanan penerbanganku. Setelah pendaratan, aku melanjutkan perjalanan. Setengah jam berlalu karena sangat lapar, aku menghentikan perjalanan dan membeli makanan di salah satu tempat nongki. Tiba tiba seorang lelaki menghampiri ku “Hai gek, boleh join?” katanya.
“Ohh, hai…, Boleh, duduk aja!” sambungku. Kami mulai basa-basi berawal dari “Kenalin, aku Agung”
“Salam kenal Gung, aku Dirandra”,
Terus kami tukeran Instagram, mesen makanan, makan bareng, ngobrol random, dan sebagainya. Terakhir, dia nanya aku darimana. Aku bilang “Aku asli Buleleng, Tjk”
Habis itu dia bilang “Kapan kapan main, boleh ya?” dan aku jawab “Hahaha boleh-boleh”.
Nah sekarang aku harus lanjut lagi, karena udah mau larut. “Duluan ya, Gung makasih sharing sharingnya” tutupku.
“See u, hati hati ya” sambungnya.
Setelah sampai rumah, aku melepas rindu dengan kedua orang tuaku. Aku mulai bercerita tentang apa saja yang aku dapatkan di Yogya, kota cinta itu. Tak lupa, aku juga cerita tentang apa yang ngebuat kami udahan.
Mulai detik ini, aku janji bakal ngelupain dia, dan semoga dia bisa dapet yang lebih dari aku yaa.
Keesokan harinya, keliatan Agung nge’DM aku. Dia kirim pesan “Ndra, tukeran WhatsApp boleh kali ya?”.
Dan ya, kami mulai saling tukeran media genggam. Di WhatsApp kita mulai ngebicarain hal-hal random, saling kabarin, tuker pap, dll. Hampir setiap hari, aku yang baru aja ketemu sama Agung udah kaya sahabatan bertahun tahun. Kami udah akrab dan deket banget. Apapun, bisa kami jadiin bahan buat chattingan. Biar ga lost aja gitu. Sekarang lima bulan aku kenal sama Agung, dan kami masih sama, tapi aku ngerasa dia mau nunjukin perasaannya buat aku. Dia mulai nanya status dan alamat rumah lengkap:’.
Feeling aku udah kaya arghhhh, dia mulai ngajak aku buat ngedate, di Sanur, ga deket:P, setelah d isana dia bilang, “Dek, aku udah nyaman banget sama kamu, aku mau kita ngejalin hubungan lebih dari sekedar teman, will u be my girlfriend?” katanya.
“Jujur, aku linglung banget, Gung? Satu sisi aku ngerasa kalo sama kamu emang beda banget. Di sisi lain, aku selalu nyempetin buat mikir kalo kasta kita ini jauh banget beda” jelasku.
“Apa hubungannya sama kasta? Aku bisa bawa kamu sekarang ke depan orang tua aku, biar kamu percaya kasta itu ga selamanya jadi alasan buat orang orang ga bisa pacaran dan mungkin nikah. Ayo!! ceramah Agung ke aku.
Aku diajak pulang, dan tanpa basa-basi, dia langsung nyamperin bapak sama ibuku untuk meminta restu menjadi kekasih anak tunggalnya ini.
Kata bapak “Serius Gus? Andra ini anaknya beda banget, kelakuannya yang masih ke kanak-kanakan. Dia susah dapetin pasangan”.
“Serius Pak, aku janji bakal jaga Dek Andra terus”.
“Gung, apa orang tuamu sudah tau?” lanjut ibu yang seolah trauma sama kejadian tanpa restu dari hubungan aku sama Malio.
“Soal itu gampang Buk. Aku bakal langsung kenalin Dek Andra sama Ajik & Biang, setelah bawa restu dari sini” kata Agung.
“Oke, kalo memang kamu benar benar serius mencintai Andra, Bapak sama Ibuk merestui hubungan ini, tapi kamu harus janji, kamu bisa menjadikan Andra satu satunya wanita yang kamu cintai, siap?” lanjut bapak.Sambil dipeluk bapak, Agung menyahut,
“Siap pak!”.
Keesokan harinya, Agung bawa aku ke Purinya, dan di sana Ajik & Biang juga saudaranya Agung memperlakukanku seolah aku sudah menjadi satu satunya putri di Puri ini. Mereka menerima dan menempatkanku dengan posisi sederajat dengan mereka. Sungguh impian setiap anak perempuan.
Tak lama setelahnya, Agung melamarku, dengan restu dari bapak & ibuku serta dari Ajik & Biang. Dari sana aku belajar, tidak semua hal bisa menjadi alasan untuk seseorang tidak menjalin suatu hubungan, namun suatu hubungan terjalin karena beribu alasan dan itu kita, aku dan Agung.